SEKILAS INFO
  • 3 tahun yang lalu / Assalamualaikum, wr. wb. Selamat datang di WEB RESMI Masjid Ad-Dakheel SMP Muhammadiyah 2 Malang
WAKTU :

Kebolehan Memahami Al-Qur’an dengan Nalar

Terbit 19 Juli 2024 | Oleh : Ust. M. Afthoni | Kategori : Program
Kebolehan Memahami Al-Qur'an dengan Nalar

Memahami al-Qur’an dengan nalar dalam Islam biasa disebut dengan istilah Tafsir bi al-Ra’y, yang memikiki arti penafsiran terhadap al-Qur’an berdasar nalar.

Sahabat Nabi yang cenderung menggunakan cara tersebut adalah Umar bin Khattab. Beliau berpendapat bahwa ayat al-Qur’an tidak hanya mengandung perintah atau larangan ansich, namun ada yang dimaksud hikmah al-tasyri’.

Makna Hikmah al-tasyri’ secara sederhana adalah rahasia di balik perintah beragama Islam. Langkah ini dilakukan oleh Umar bin Khattab saat menjadi khalifah. Beliau dalam melaksanakan perintah Islam sepeninggal Nabi Muhammad Saw., menerapkan cara tersebut dan berusaha menyingkap hikmah di balik perintah agama serta yang diinginkan syariat sehingga memunculkan motivasi untuk melaksanakannya.

Sebagai contoh, saat menjabat sebagai khalifah, beliau meniadakan hukum potong tangan bagi pencuri saat musim “paceklik”. Paceklik adalah masa di mana warga masyarakat tidak memiliki penghasilan / panen, sehingga secara ekonomi sangat kekurangan. Umar berijtihad tidak melaksanakan syariat potong tangan bagi pencuri disebabkan faktor ekonomi yang melanda warga masyarakat pada saat itu.

Secara nash, Umar telah menyalahi aturan Islam, namun secara hikmah al-tasyri’, beliau berpendapat bahwa tujuan potong tangan bagi pencuri adalah sebagai efek jera dan pada kondisi masyarakat normal, sehingga ketika pada masa paceklik, dengan kondisi ekonomi sulit, maka pencuri tetap dihukum namun tidak sampai potong tangan.

Bagi sebagian orang, tafsir bi al-ra’y tidak berlaku, karena al-Qur’an dapat ditafsirkan antara satu ayat dengan ayat lain atau lebih dikenal dengan istilah tafsir bi al-Ma’tsur. Kedua cara penafsiran tersebut dapat digunakan dalam menjalankan syariat Islam. Namun dalam hal tafsir bi al-ra’y, perlu ada ilmu alat yang menjadi prasyarat dalam memahami ayat al-Qur’an.

Bagi Muhammadiyah, ayat-ayat al-Qur’an perlu difahami secara tekstual / makna ayat dengan ayat dan kontekstual / hikmah al-tasyri’. Adakalanya bahasa al-Qur’an disampaikan secara tekstual dan adakalanya secara kontekstual. Pemaknaan al-Qur’an secara tekstual dan kontekstual menjadikan al-Qur’an layak sebagai kitab untuk seluruh umat Islam di dunia mulai zaman Nabi Muhammad Saw, hingga nanti di akhir zaman.

Jangan buru-buru menyalahkan kelompok lain yang tidak sama dalam memahami dan menjalankan ajaran Islam. Beda cara pandang, beda cara pemaknaan menghasilkan kesimpulan hukum yang berbeda. Berbeda dalam cara melaksanakan tidak perlu dipermaslahkan, asal tidak termasuk dalam prinsip pokok syariat Islam. (Din)

SebelumnyaKisah Kekhusyukan Shalat Rasulullah, Sahabat, dan Orang-orang Saleh Lainnya

Berita Lainnya

0 Komentar

Ya Allah, mau diapain? :)